Lokakarya Sistem Manajemen Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian Klinis di Puskesmas

 Menurut PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, Puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang didalamnya harus terdapat Apoteker. Oleh karena itu, keberadaan Apoteker di Puskesmas adalah mutlak. Dalam rangka mempersiapkan mahasiswa calon apoteker, PSPA mengadakan kerjasama dengan Puskesmas yang terdapat di DIY untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
 
 
PSPA UII sendiri mewajibkan mahasiswanya untuk melaksanakan PKPA di Pusksemas selama 2 minggu sesuai bobot SKS Puskesmas yaitu 1 SKS. PKPA Puskesmas telah berlangsung sejak mahasiswa angkatan XXII pada bulan Juli tahun 2013. Pada Januari 2014 ini, PSPA UII kembali mengadakan PKPA Puskesmas di tiga Kabupaten DIY yaitu Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta. Puskesmas yang dijadikan tempat PKPA adalah puskesmas yang mempunyai apoteker didalamnya. “Harapannya, kerjasama bisa berlanjut  terus menerus dengan hasil yang semakin baik kedepannya. Saat ini kondisi di Puskesmas seharusnya berbeda dengan sebelumnya dengan adanya BPJS, sehingga mahasiswa dapat belajar lebih banyak saat PKPA”, ujar Dr. Farida Hayati selaku Kaprodi PSPA UII.
Di Indonesia, masih banyak yang belum mempunyai Apoteker sebagai tenaga kefarmasian di Puskesmas. Peluang Apoteker untuk bekerja di Puskesmas menjadi sangat tinggi. Hal ini yang mendorong PSPA untuk lebih mempersiapkan mahasiswanya dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas. Oleh karena itu, PSPA UII mengadakan Lokakarya Sistem Manajemen Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian Klinis di Puskesmas (Selasa, 7/11). Menurut Hadi Anshory, MSc., Apt selaku ketua panitia, kegiatan lokakarya puskesmas ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan PKPA Puskesmas periode kali ini.  Untuk memperoleh keseragaman materi di setiap tempat PKPA, diadakan kembali refreshing materi terkait kompetensi yang diharapkan dari PSPA UII. Namun, pengembangan pelaksanaan di lapangan diserahkan kepada masing-masing instansi Puskesmas. “Perbedaan mendasar antara praktek di kampus dengan di lapangan adalah tanggung jawab. Ketika praktek dilapangan, mahasiswa bertemu dengan kasus real. Mahasiswa harus bertanggungjawab atas apa yang dipraktekkannya, karena berhubungan dengan kehidupan seseorang”, ujarnya.
Kegiatan lokakarya ini  menghadirkan pembicara dari perseptor Puskesmas yaitu ibu Nirma Atin Shintia, S.Si., Apt. (Apoteker dari Puskesmas Ngemplak I, Sleman) dan  ibu Muslimatul Khotimah, S.Si., Apt (Apoteker dari Puskesmas Srandakan, Bantul). Ibu Nirma berbagi pengalaman mengenai sistem manajemen farmasi yang diterapkan di Puskesmas Ngemplak I.  Puskesmas Ngemplak I dipilih karena beberapa waktu yang lalu termasuk puskesmas di Sleman yang sudah mendapatkan sertifikasi ISO untuk pelayanan publik.  Sistem manajemen farmasinya sudah rapi dengan dibuatnya berbagai protap terkait pengelolaan sediaan farmasi di Puskesmas. Selanjutnya adalah pemaparan dari Ibu Muslimatul mengenai pelayanan kefarmasian yang dilakukannya di Puskesmas Srandakan. Beliau merupakan salah satu Apoteker yang konsisten untuk melakukan pelayanan kefarmasian seutuhnya di Puskesmas. Beberapa pelayanan kefarmasian seperti Pusat Informasi Obat (PIO), konseling, visit bersama dokter, visit mandiri, Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Pemantauan Obat Rasional (POR), Drug Related Problem (DRP), dan Home Care telah dilakukan secara rutin dilakukannya di Puskesmas Srandakan. Pihak Kemenkes RI juga sering mengundang beliau ke Jakarta untuk menyusun pedoman praktek kefarmasian di fasilitas kesehatan primer (Puskesmas). Setelah kegiatan lokakarya ini, diharapkan seluruh Apoteker di Puskesmas dapat menerapkan manajemen farmasi yang tepat dan melaksanakan pelayanan kefarmasian seutuhnya di Puskesmas. Jika seluruh Apoteker melaksanakan hal ini, maka profesi Apoteker dapat menunjukkan eksistensinya di lapangan sehingga lebih dirasakan manfaatnya untuk kesehatan pasien (diesty).