Sosialisasi Modul PKPA Rumah Sakit

 Tuntutan pekerjaan seorang Apoteker makin berkembang saat ini. Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) UII dituntut untuk terus melakukan inovasi dalam kurikulum pendidikan Profesi Apoteker agar mendapatkan lulusan yang berkualitas dan sesuai dengan kondisi di lingkungan kerja nantinya. Dalam bidang akademik telah dilakukan perubahan kurikulum dari pembelajaran secara konvensional menjadi pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan metode Seven Jump.
 
Metode ini diharapkan efektif untuk mempersiapkan mahasiswa dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) nantinya. Selain pengembangan metode pembelajaran, inovasi juga perlu dilakukan dalam pelaksanaan PKPA. Salah satu diantaranya yaitu dengan penyiapan modul PKPA. Sampai saat ini PSPA UII telah berhasil membuat modul PKPA Rumah Sakit yang merupakan panduan untuk pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit. “Modul ini disusun berdasarkan standar kompetensi apoteker dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan standar pelayanan kefarmasian di RS. Modul PKPA RS diharapkan memberikan gambaran kebutuhan mahasiswa saat PKPA di RS dan membantu pembimbing dalam menjalankan tugasnya”, ujar Dr. Farida Hayati, MSi, Apt. selaku Ketua PSPA UII.
Modul PKPA Rumah Sakit yang telah disusun perlu disosialisasikan untuk mendapatkan tanggapan dan evaluasi dari pembimbing PKPA di Rumah Sakit. Sosialisasi yang dilakukan di hotel Cakra Kusuma (Sabtu, 21/9) mendapatkan tanggapan yang baik dari para peserta. Peserta yang hadir berasal dari praktisi Rumah Sakit, yaitu Apoteker RS Dr. Sardjito, RS Panembahan Senopati Bantul, RS Dr. Ramelan Surabaya, RS Bethesda Yogyakarta, RS JIH Yogyakarta, dan RS Soebandi Jember, ditambah beberapa dosen pembimbing dari PSPA UII. Semua praktisi mengapresiasi baik adanya modul PKPA RS.  Namun, masih ada beberapa kendala untuk dapat mengaplikasikannya pada saat PKPA. Seperti disampaikan oleh Apoteker RS Dr. Ramelan bahwa pihak RS membutuhkan evaluasi internal terlebih dahulu sebelum mengaplikasikan seluruh materi yang terdapat dalam modul. Sedangkan dari RS Bantul mengungkapkan adanya kendala dari segi kebijakan RS untuk dapat menerapkan seluruh materi.
 
Selain itu, praktisi RS Dr. Sardjito menyampaikan agar dosen pembimbing dari universitas sebaiknya mengikuti kegiatan PKPA yang diadakan oleh pihak RS sebagai preseptor. Sebagian besar praktisi juga mengusulkan adanya perpanjangan waktu PKPA RS terkait dengan banyaknya materi yang harus diberikan pada mahasiswa.Tanggapan dari peserta menjadi masukan untuk memperbaiki modul PKPA agar modul tersebut tidak hanya idealis tapi juga realistis untuk diterapkan di tempat PKPA.
 
“Pada akhirnya perlu ada kerjasama yang baik antara Universitas dan Rumah Sakit untuk menghasilkan apoteker yang kompeten. Universitas tidak bisa menyelenggarakan pendidikan yang sesuai tanpa bantuan dari praktisi Rumah Sakit. Rumah Sakit juga memperoleh feed back yang positif dengan adanya mahasiswa PKPA, yaitu dapat memperbaharui ilmu pelayanan kesehatan yang terus berkembang saat ini”, ujar Dra. Dwi Pudjaningsih, MMR, Apt saat mengisi acara sosialisasi modul PKPA RS. Selain itu, Ketua PSPA UII menyatakan bahwa kerjasama juga perlu dilakukan dalam rangka pengembangan proses pembelajaran di tempat PKPA. Oleh karena itu, mulai tahun ini PSPA UII menyelenggarakan program bantuan untuk pengembangan SDM serta bantuan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran di tempat PKPA. Melalui program ini diharapkan proses pembelajaran di tempat PKPA dapat berjalan dengan baik dan selalu up to date dalam mengikuti perkembangan ilmu pelayanan kesehatan yang ada (Diesty).